Gapki Berharap RI & Malaysia Kompak Lawan Kampanye Negatif Sawit Eropa

JAKARTA-Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyambut positif seruan Perdana Menteri (PM) Malaysia Dato Sri Anwar Ibrahim mengenai penguatan kerja sama negara-negara penghasil kelapa sawit, seperti Indonesia dan Malaysia.

Gapki menilai Indonesia dan Malaysia mempunyai kepentingan yang sama dalam melawan kampanye negatif dan diskriminasi terhadap produk sawit oleh Eropa dan Amerika.

Juru Bicara Gapki Tofan Mahdi berharap sinergitas di antara negara-negara produsen minyak sawit bisa semakin baik ke depannya. Menurut dia, Indonesia dan Malaysia, sebagai dua negara produsen minyak sawit yang menguasai 85 persen pasar minyak nabati global bisa lebih mendorong perdagangan yang adil terhadap sawit.

“Jika melihat pasar minyak sawit Malaysia dan Indonesia sebetulnya tantangan satu, terutama pasar di Eropa. Dari tahun ke tahun tidak pernah selesai sampai hari ini. Mereka selalu mendiskriminasi komoditas kelapa sawit,” ujar dia dalam diskusi virtual, Selasa (10/1/2023) seperti ditulis Bisnis.com.

Dia melihat bahwa Indonesia dan Malaysia sebenarnya berhadapan dengan ‘lawan yang sama’. Oleh karena itu, harus dirumuskan komoditas sawit ini ada di mana dan apa saja tantangan dalam persaingan minyak nabati global.

“Jadi memang kita harus bersaing dengan sekian banyak minyak nabati nonsawit yang itu juga dihasilkan sebagian oleh negara-negara maju seperti Eropa dan juga Amerika,” jelasnya.

Indonesia dan Malaysia, ujar Tofan, harus semakin kompak dan bersinergi dalam melawan kampanye negatif dan diskriminasi terhadap minyak sawit. “Karena semua saya pikir sudah clear bahwa kampanye negatif dan diskriminasi itu tidak terlepas dari persaingan dagang dalam pasar minyak nabati dunia,” kata dia.

Baca Juga:  Kaum Muda Sepatutnya Manfaatkan Potensi Perkebunan Secara Optimal

Menurutnya, Eropa tidak terima dengan dominasi minyak sawit terhadap pasar minyak nabati global. Sebab, Eropa sendiri memiliki produk minyak nabati yang berasal dari biji bunga matahari, kanola, dan lain sebagainya. “Sejak kita nomor satu itulah kemudian negara-negara Eropa yang merupakan penghasil minyak nabati nonsawit, seperti bunga matahari, kanola, itu kemudian melancarkan berbagai strategi untuk mendiskriminasi sawit,” tutur Tofan.

Sebelumnya, Perdana Menteri (PM) Malaysia Dato Sri Anwar Ibrahim mengungkapkan, Indonesia dan Malaysia telah membentuk kerja sama di industri kelapa sawit sejak 2015. Namun, hingga kini kerja sama tersebut belum menghasilkan kemajuan. Anwar menyampaikan, Indonesia merupakan salah satu negara pemberi sumbangsih kelapa sawit terbesar di dunia, disusul dengan Malaysia.

Karena itulah, menurutnya apabila kerja sama ini dapat berjalan, organisasi semacam OPEC (organisasi negara pengekspor minyak dunia) untuk kelapa sawit bisa terbentuk. “Satu strategi bersama, banyak kelapa sawit. Indonesia sekitar 98 persen, yang kedua Malaysia. Kalau kita ada kesepaketan itu, itu OPEC dalam kelapa sawit. Cuma sudah diwujudkan sejak 2015, tapi tidak berkembang karena masing-masing lembab sedikit dalam tindakannya,” katanya, dalam acara CT Corp Leadership Forum di Gedung Bank Mega, Jakarta Selatan, Senin (09/1/2023).

Bagikan:

Informasi Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Populer
gubernur-riau-abdul-wahid-fotodiskominfo-riau-3w9xf-u4fg
Riau Berusaha Rebut Hak Kelola Kebun Eks Sawit Duta Palma
959029841p
PLN Suplay 592 Unit REC ke Perusahaan Kelapa Sawit Riau
411d7575-4169-4af8-b745-7fb8bb27efe0
Foto: BPDPKS-Aspekpir Gelar FGD UKMK Sawitku Hebat
Sejarah PIR-3
Aturan Turunan UU Cipta Kerja, Petani Sawit Kawasan Hutan Akan Dikenai Sanksi Administratif.
Terbaru
gubernur-riau-abdul-wahid-fotodiskominfo-riau-3w9xf-u4fg
Riau Berusaha Rebut Hak Kelola Kebun Eks Sawit Duta Palma
1973583465p
Meski Ada B40, Produksi CPO Nasional Berpotensi Tumbuh Terbatas
sebanyak-10-perusahaan-pengolahan-minyak-mentah-kelapa-sawit-c9ei (1)
Ekspor Minyak Sawit Sumbang Devisa Negara Capai Rp 440 Triliun
1858390282p
Ekspor Kelapa Sawit Turun Jadi Rp 440 triliun Sepanjang Tahun 2024